Manusia Unggul Indonesia Maju 2030
Rektor Universitas Airlangga, Ketua Forum Rektor Indonesia
Pada tahun 2021, pendapatan per kapita negara ini mencapai 34.998 dollar AS, yang berarti meningkat 20 kali lipat dibandingkan dengan tahun 1980 yang hanya 1.715 dollar AS.
Singapura juga demikian. Negara ini diketahui tidak punya apa-apa. Di samping ukurannya kecil, juga miskin sumber daya alam. Namun, pada tahun 2021, pendapatan per kapita Singapura sudah mencapai 72.794 dollar AS dan menjadikan Singapura sebagai salah satu negara termaju di dunia.
Dibandingkan dengan tahun 1980 yang hanya 4.928 dollar AS, pendapatan per kapita Singapura mengalami peningkatan 14 kali lipat.
Pada sisi lain, Arab Saudi adalah negara dengan sumber daya alam berlimpah. Pada tahun 1980, pendapatan per kapita Arab Saudi sudah mencapai 16.176 dollar AS. Jauh di atas Korea Selatan dan Singapura. Pada 2021, pendapatan per kapita Arab Saudi ”hanya” 23.186 dollar AS. Jauh di bawah Korea Selatan dan apalagi Singapura.
Kondisi yang kurang lebih sama terjadi di Meksiko. Pada tahun 1980, pendapatan per kapita Meksiko mencapai 3.029 dollar AS dan hanya meningkat 3,32 kali lipat pada tahun 2021 atau menjadi 10.045 dollar AS.
Bagaimana dengan Indonesia? Semua orang tahu, Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam melimpah. Di darat, di laut, bahkan di angkasa karena luasnya. Pada tahun 2021, pendapatan per kapita Indonesia baru mencapai 4.333 dollar AS, jauh di bawah Korea Selatan dan Singapura. Negara yang dahulu kala papa dan miskin sumber daya.
Peran iptek
Kemajuan (ekonomi) Korea Selatan, dan tentu negara maju lain, tidak lepas dari peran pengetahuan dan teknologi yang diidentifikasi berkontribusi antara 2 hingga 4 persen pada pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi sumber daya alam terhadap pertumbuhan dan kemajuan ekonomi suatu bangsa tidak lagi cukup signifikan. Kontribusi sektor primer dalam produk domestik bruto (PDB) sangat kecil dan cenderung menurun.
Sejak Revolusi Industri 3.0, tahun 1960-an akhir, terjadi pergeseran peran dan kontribusi sumber-sumber kemakmuran dan kemajuan dari yang dahulu didominasi sumber daya alam ke sumber daya artifisial dan intangible, khususnya dalam bentuk pengetahuan dan teknologi. Pergeseran ini pada akhirnya memunculkan apa yang dikenal saat ini sebagai innovation-based economy atau ekonomi berbasis inovasi (EBI).
Ekonomi berbasis inovasi adalah sistem ekonomi di mana produksi barang dan jasa didasarkan terutama pada kegiatan yang melibatkan pengetahuan dan keahlian secara intensif.
Dalam sistem ini, pertumbuhan dan kemajuan serta daya saing tidak lagi ditentukan oleh besarnya sumber daya alam dan modal (finansial), tetapi ditentukan oleh seberapa besar suatu bangsa mampu memberikan nilai tambah pada setiap aset dan kekayaan yang dimiliki melalui pemanfaatan keahlian, kompetensi, dan pengetahuan.
Kemampuan memberikan nilai tambah atas apa pun adalah kunci pertumbuhan dan kemajuan. Produk dan jasa dengan nilai tambah tinggi dipastikan lebih bisa memenuhi kebutuhan, lebih dapat diterima dan mempunyai daya saing tinggi.
Pengetahuan dan keahlian tidak dipunyai oleh sumber daya alam. Pengetahuan dan keahlian hanya (dapat) dimiliki oleh manusia. Karena tersimpan pada manusia, kemampuan mengkreasi nilai tambah ekonomi tersebut dinamai human capital yang oleh World Economic Forum (WEF) didefinisikan sebagai the knowledge and skills embodied in individuals that enable them to create economic value.
Human capital dinilai lebih penting dan menentukan kemajuan dan pertumbuhan jangka panjang dibandingkan dengan sumber daya lain.
Human capital penting dan kunci, tidak hanya karena akan memungkinkan terjadinya peningkatan produktivitas masyarakat, tetapi juga berfungsinya secara lebih baik lembaga-lembaga sosial, politik dan sipil.
Human capital penting karena memungkinkan seseorang, komunitas, serta bangsa untuk mengubah CPO menjadi minyak goreng, margarin, sabun, produk perawatan kecantikan hingga biodiesel. Menjadikan bijih nikel menjadi baterai, alat kesehatan, pesawat terbang, bahkan reaktor nuklir.
Mengubah bijih emas menjadi perhiasan, mengubah bijih besi menjadi baja, mengubah pasir dan silikon menjadi chip, mengubah kayu gelondongan menjadi ukiran yang indah, menjadikan kapas menjadi kain dan gaun mewah, serta mengubah tumbuhan dan bahan alam menjadi obat-obatan.
Sesuai namanya, fondasi dan modal dasar serta mesin sistem EBI adalah manusia. Tentu bukan sekadar manusia. Hanya manusia yang kuat dan sehat jiwa dan raga yang akan menjadi modal. Manusia yang lemah justru akan menjadi utang alias liabilities.
Lewat proses pendidikan
Manusia kuat dan sehat diidentifikasi mempunyai harapan hidup lebih lama serta kemungkinan jatuh sakit sangat rendah sehingga sanggup melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan dalam waktu secara penuh lebih lama dan tentu lebih produktif, tidak gampang menyerah, giat, dan bekerja keras. Menjadikan manusia Indonesia sehat dan kuat adalah suatu keharusan.
Bahan bakar utama penggerak sistem EBI adalah pengetahuan dan keahlian. Hanya dengan pengetahuan dan keahlian, seseorang mampu menjadi insan pencipta, pekerja kreatif dan cerdas. Ilmu pengetahuan dan keahlian didiseminasi melalui proses pendidikan.
Melalui proses pendidikan akan terjadi transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan pola pikir (mindset), pembinaan perilaku, serta penguatan karakter termasuk menjadi pemelajar sejati yang belajar dan memperoleh ilmu tiada henti, minal mahdi ilal lahdi, belajar sepanjang hayat, belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
Setidaknya, melalui pendidikan tersebut akan terbentuk generasi, komunitas, dan individu yang HEBAT: humble, helpful, honest, excellent, empathy, brave, bright, agile, transcendence, dan takwa.
Dalam EBI, setiap tingkatan pendidikan mempunyai peran masing-masing. Pendidikan dasar berperan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk belajar dan menggunakan informasi. Pendidikan menengah dan teknik berperan dalam proses adaptasi teknologi luar negeri ke dalam proses produksi domestik.
Pendidikan tinggi berperan, di samping mencetak lulusan unggul, juga untuk memperoleh dan menghasilkan pengetahuan dan teknologi baru berikut adaptasinya di perekonomian.
Secara umum, pendidikan mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan (Cohen dan Soto, 2021).
Pada sisi lain, semakin terdidik suatu komunitas, maka akan semakin senang menggunakan produk hasil inovasi, termasuk teknologi. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan terhadap produk hasil inovasi semakin meningkat
Akibatnya, perusahaan akan terstimulasi untuk berinovasi, mendesain dan menerapkan proses produksi yang melibatkan unsur teknologi lebih tinggi sehingga volume produksi meningkat secara keseluruhan dan pertumbuhan ekonomi serta PDB per kapita meningkat.
Karena ilmu pengetahuan merupakan darah dan bahan bakar dalam EBI, pengembangan ilmu pengetahuan, jika tidak boleh disebut dengan produksi pengetahuan, juga menjadi faktor kunci sukses EBI dan majunya pertiwi.
Pengembangan pengetahuan dilakukan melalui proses riset (penelitian) dan pengembangan dan merupakan pemungkin bagi terciptanya sistem inovasi yang efektif.
Penguatan lembaga riset
Penguatan dan pemberdayaan lembaga riset seperti BRIN, perguruan tinggi, pemerintah daerah, NGO, dan pusat-pusat riset merupakan sebuah keniscayaan, di samping pengembangan kebijakan, peraturan, dan prosedur pengembangan pengetahuan dan pemberian bimbingan serta insentif kegiatan riset dan pengembangan.
Dampaknya, menurut Lederman dan Maloney (2003), peningkatan 1 persen rasio total pengeluaran untuk riset dan pengembangan terhadap PDB akan meningkatkan pertumbuhan PDB 0,78 persen.
Peran perguruan tinggi untuk menjadikan Indonesia maju adalah kunci. Perguruan tinggi tidak hanya berkontribusi dalam menyiapkan lulusan, generasi, dan manusia unggul yang menguasai ilmu tinggi, berkeahlian memadai, produktif, dan kreatif, tetapi juga dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sistem, mekanisme, dan bahkan produk-produk baru dengan nilai tambah ekonomi tinggi.
Paling tidak, dengan memperkuat dan meningkatkan kapasitas perguruan tinggi, Angka Partisipasi Kasar (APK) akan meningkat dari angka 0,37; produksi pengetahuan melalui riset dan pengembangan lebih marak dan berkualitas, sehingga HCI Indonesia dapat melompat dari skor 70-an dan ranking 130-an dunia (HCI Korea Selatan dan Singapura 90 lebih).
Penguatan perguruan tinggi merupakan keniscayaan jika ingin Indonesia maju. Investasi di bidang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi yang selama ini menjadi ”anak tiri” dan dipaksa mandiri, dipastikan akan menghasilkan return yang tinggi. Tidak hanya untuk sekelompok orang, tetapi untuk semua warga bangsa.
Hanya dengan investasi pada pendidikan (tinggi) secara memadai, manusia unggul tergapai dan human capital tercipta. Dampaknya, cita-cita mulia menjadikan Indonesia maju, adil, beradab, dan sejahtera menjadi nyata.