Opini Nelly Marhayati: Hukuman bagi Guru yang Tak Kompeten

Opini Nelly Marhayati Hukuman bagi Guru yang Tak Kompeten

Hukuman bagi Guru yang Tak Kompeten

Ketua HIMPSI Wilayah Bengkulu Periode 2024-2028


Dalam sebuah diskusi kelas, seorang mahasiswa bertanya kepada saya, apa hukumnya seorang guru yang mengajar tanpa memiliki kompetensi. Terutama kompetensi profesional pada bidang keilmuannya. Pertanyaan tersebut membuat saya tertegun sesaat, terpikir cerita anak saya beberapa bulan sebelumnya. Gurunya ketika ujian menyalahkan jawaban siswa dan ketika pembahasan soal mengatakan bahwa jawaban siswa salah; jawaban yang benar adalah jawaban versi guru.

Sebagai siswa yang patuh terhadap guru akhirnya mengikuti apa yang dikatakan guru. Pada ujian selanjutnya soal yang sama persis keluar kembali, dan otomatis anak-anak menjawab soal tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh sang guru. Namun, apa yang terjadi, setelah dikoreksi ternyata hampir semua siswa dianggap salah menjawab dan jawaban yang benar adalah jawaban pertama dari siswa yang sebelumnya dianggap salah oleh guru.

Guru secara arogan tidak menerima protes siswa dan tetap memberikan nilai minus pada siswa. Sejak kejadian tersebut anak saya jadi malas belajar khususnya mata pelajaran yang dimaksud dan setengah tidak lagi mempercayai apapun yang diajarkan oleh guru tersebut. Sempat terpikir oleh saya untuk datang ke sekolah anak saya dan bertemu dengan guru tersebut, namun anak saya melarang. Saya pun akhirnya berpikir, ya sudahlah yang penting anak saya sudah mengetahui mana yang benar dan mana yang salah dari materi yang disampaikan oleh guru. Akhirnya kejadian tersebut berakhir dalam diam.

Berdasarkan cerita di atas dapat dibayangkan bagaimana pentingnya kompetensi profesional dalam hal pengetahuan seorang guru serta konsistensi mereka dalam materi yang mereka ajarkan. Apa yang dialami anak saya hanyalah salah satu kisah dari bagaimana akibat dari lemahnya kemampuan profesional guru terhadap pengetahuan mereka tentang materi yang mereka ajarkan, yang berakibat menurunnya derajat kepercayaan siswa terhadap guru tersebut.

Jika kita kembali ke pertanyaan awal "apakah hukumnya seorang guru yang mengajar tanpa memiliki kompetensi keilmuannya," maka hal pertama yang harus kita pahami adalah kata kompetensi guru. Kompetensi guru dapat diartikan sebagai kumpulan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kapasitas profesional yang diperlukan oleh seorang guru untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka dengan efektif. Artinya, kompetensi guru mencakup pemahaman yang mendalam tentang pendidikan, kemampuan untuk mengajar dengan baik, dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan cara yang efektif.

Kompetensi guru adalah faktor kunci dalam memberikan pendidikan berkualitas. Guru yang memiliki kompetensi yang baik dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif, memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta memberikan dampak positif dalam perjalanan pendidikan mereka.

Jadi jika ditanya apakah kompetensi guru penting, maka jawabannya sangat penting. Guru yang tidak berkompeten dapat menurunkan motivasi belajar siswa. Bahkan lebih parahnya lagi siswa yang belum memahami bahwa tidak semua guru minim kompetensi akan menggeneralisasi keadaan sehingga menganggap semua guru di sekolahnya sama. Akibatnya siswa menjadi malas ke sekolah.

Oleh karenanya jika kita melihat anak kita malas ke sekolah, sebaiknya jangan langsung anaknya yang disalahkan, tetapi orangtua harus mencari tahu terlebih dahulu akar penyebabnya. Siapa tahu karena permasalahan guru yang anak anggap tidak berkompeten dalam mengajar, guru yang tidak memiliki kompetensi, dan juga gurunya yang tidak memiliki kemampuan komunikasi baik dengan anak.

Selanjutnya, kita melihat apakah guru seperti tadi layak dihukum? Maka jawabannya, ketika seorang guru diketahui kurang berkompeten, maka konsekuensi hukum yang diberikan pada guru tersebut tergantung aturan yang telah dibuat oleh pihak sekolah di mana aturan tersebut adalah turunan dari aturan pemerintah. Masing-masing sekolah tentunya bervariasi dalam memberikan sanksi atau hukuman ketika mengetahui bahwa guru mereka tidak cakap atau berkompeten.

Beberapa konsekuensi hukum yang mungkin bisa diberikan; pertama, penangguhan atau pencabutan sertifikat mengajar. Jika guru tidak memenuhi persyaratan kompetensi yang ditetapkan oleh pihak sekolah dan otoritas yang relevan, maka guru dapat dihadapkan pada penangguhan atau pencabutan lisensi mengajar mereka. Hal ini akan mencegah mereka untuk melanjutkan karir mereka sebagai guru.

Kedua, sanksi disipliner internal. Pada beberapa kasus, sekolah atau lembaga tempat guru bekerja dapat memberlakukan sanksi disipliner internal. Ini mungkin termasuk peringatan tertulis, pengurangan gaji, penugasan tugas tambahan, atau bahkan pemecatan tergantung pada tingkat pelanggaran dan kebijakan sekolah.

Ketiga, tuntutan hukum oleh siswa atau orangtua. Jika ketidakmampuan guru yang tidak kompeten mengakibatkan kerugian atau dampak negatif pada siswa, maka orangtua siswa dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap guru atau sekolah. Hal ini bisa dikategorikan sebagai gugatan atas kelalaian atau pengabaian tugas dalam memberikan pendidikan yang memadai.

Keempat, pembatasan terhadap kegiatan mengajar. Dalam beberapa kasus, guru yang tidak memiliki kompetensi yang memadai dapat diberikan pembatasan dalam hal kegiatan mengajar. Misalnya, mereka mungkin hanya diizinkan mengajar di tingkat yang lebih rendah atau dengan pengawasan dan bimbingan tambahan.

Hal penting yang perlu diperhatikan bahwa yang namanya konsekuensi hukum bermacam-macam, tergantung otoritas dan kebijakan sekolah setempat. Oleh karenanya, jika kita merasa khawatir dengan kompetensi seorang guru, sebaiknya segera dikomunikasikan dengan guru secara langsung atau melalui pihak sekolah. Komunikasikan dengan bahasa yang baik dan lugas disertai bukti peristiwa yang terjadi.

Adapun untuk kisah saya di atas, kenapa akhirnya saya diamkan dan tidak saya laporkan, karena bukti yang dibuat oleh anak saya dan temannya sudah mereka hapus. Ternyata ada guru yang lain mengetahui peristiwa tersebut dan sedikit memberi ancaman kepada siswa.

Selanjutnya, sedikit kembali melanjutkan cerita dan sedikit berpendapat. Ketika berbicara tentang guru yang berkompeten saya kembali teringat sebuah cerita di drama Korea yang mengisahkan bagaimana ketatnya seleksi untuk menjadi seorang guru yang berkompeten, terutama guru pemerintah. Seseorang harus melakukan tes berulang-ulang untuk dinyatakan layak mendapatkan legalitas menjadi seorang guru.

Bahkan syarat utama ketika akan menjadi guru yang berkompeten adalah siswa yang ketika di SMA mendapatkan peringkat pertama. Jadi bisa dipahami bagaimana persiapan menjadi guru pemerintah di Korea Selatan. Sangat berbeda jauh dengan kondisi kita di Indonesia. Siswa yang peringkat pertama di sekolah berlomba-lomba menjadi dokter, insinyur, lawyer, ekonom, atau bidang keilmuan lainnya yang dianggap ketika bekerja lebih menjanjikan dari hanya sekadar menjadi guru.

Jurusan keguruan atau pendidikan umumnya hanya menjadi pilihan kedua atau jika pun menjadi pilihan yang pertama hanya menjadi pilihan siswa yang ketika sekolah berada pada peringkat menengah ke bawah.

Ketatnya penerimaan guru di sekolah di Korea Selatan dikarenakan memang di sana kualitas sekolah pemerintah lebih baik daripada sekolah swasta. Bisa menyekolahkan anak di sekolah pemerintah adalah menjadi prestise tersendiri bagi orangtua. Tentunya hal ini berbeda dengan kondisi di negara kita.

Dengan adanya perubahan dan perbaikan kurikulum, juga adanya kebijakan baru dari pemerintah untuk dunia pendidikan salah satunya dengan Kurikulum Merdeka, maka harapan untuk pendidikan yang berkemajuan di negara kita harus tetap digaungkan. Melalui program Kurikulum Merdeka dan Guru Penggerak diharapkan dapat melahirkan guru-guru yang berkompeten sesuai dengan bidang keilmuannya. Menjadi guru yang berkompeten wajib hukumnya bagi seorang guru; baik guru pemerintah maupun guru swasta harus memiliki kompetensi yang sama sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال