Lulus S3 Dalam Waktu Singkat, Bahlil Lahadalia Dipertanyakan Soal Konflik Kepentingan

Lulus S3 Dalam Waktu Singkat, Bahlil Lahadalia Dipertanyakan Soal Konflik Kepentingan

Erapublik.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini menjalani sidang terbuka untuk promosi doktor di Universitas Indonesia (UI), tepatnya di Program Pascasarjana Kajian Stratejik dan Global. Yang mengejutkan banyak pihak, Bahlil berhasil menyelesaikan program doktoral ini dalam waktu kurang dari dua tahun, yang menjadi bahan diskusi hangat di kalangan masyarakat dan media sosial.

Sidang terbuka yang dilaksanakan pada 16 Oktober 2024 itu difokuskan pada disertasinya yang berjudul, “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.” Dalam disertasinya, Bahlil menyoroti pentingnya kebijakan hilirisasi nikel yang tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga menekankan aspek keadilan dan keberlanjutan untuk masyarakat dan lingkungan​

Namun, sorotan utama dalam berita ini bukan hanya pada isi disertasinya, tetapi juga pada kecepatan Bahlil dalam menyelesaikan studinya. Umumnya, studi S3 memakan waktu antara 3 hingga 5 tahun. Dengan fakta bahwa Bahlil terdaftar sebagai mahasiswa doktoral UI pada 13 Februari 2023 dan lulus kurang dari dua tahun kemudian, warganet pun bereaksi. Beberapa menyuarakan kekaguman, bahkan ada yang berseloroh di media sosial bahwa Bahlil menjadi “lulus tercepat dalam sejarah UI.”

Di sisi lain, tidak semua tanggapan datang dalam bentuk pujian. Pengamat Hukum Tata Negara, Feri Amsari, mempertanyakan transparansi dan independensi proses pendidikan ini. Feri menyinggung adanya potensi konflik kepentingan, mengingat posisi Bahlil sebagai pejabat tinggi negara yang terlibat dalam sektor yang menjadi fokus disertasinya, yaitu tata kelola hilirisasi nikel di Indonesia. Proses percepatan studi doktoral yang melibatkan pejabat publik seperti Bahlil bisa memunculkan pertanyaan terkait obyektivitas dan mekanisme akademis​

Situasi ini memperlihatkan dua sisi dari pencapaian tersebut. Di satu sisi, Bahlil mungkin ingin menunjukkan dedikasinya terhadap pendidikan dan komitmennya terhadap studi strategis yang penting bagi negara. Di sisi lain, kecepatan penyelesaian studi S3 ini memunculkan diskusi lebih lanjut mengenai kualitas dan integritas sistem pendidikan tinggi, khususnya bagi pejabat publik.

Dalam diskursus yang lebih luas, ini menimbulkan pertanyaan tentang reformasi tata kelola pendidikan tinggi di Indonesia dan bagaimana pengawasan terhadap pejabat publik yang mengambil jalur akademis di tengah jabatan pemerintahan. Keseimbangan antara tanggung jawab profesional dan komitmen akademis harus tetap dijaga agar tidak menimbulkan keraguan publik mengenai integritas dari kedua bidang tersebut.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال